Minggu, 04 November 2012

DESAIN SISTEM PAKAR UNTUK ANAK AUTISME



DESAIN SISTEM PAKAR TERHADAP AUTISME
LANGKAH-LANGKAHNYA PADA SISTEM NYA

PENJABARAN :


SISTEM PAKAR
Dalam mengembangkan sistem pakar ada 5 (lima) tahapan yang harus dilakukan menurut Sri Kusumadewi (2003), yaitu :
a.       Tahapan Identifikasi : Tahapan identifikasi merupakan tahapan untuk menganalisa permasalahan yang ada. Ditentukan batasan masalah yang akan dianalisa, sistem pakar yang terlibat, sumber daya yang diperlukan dan tujuan yang akan dicapai.
b.      Tahapan Konseptualisasi : Tahapan konseptualisasi merupakan tahapan dimana pengetahuan dan pakar menentukan konsep yang kemudian dikembangkan menjadi suatu sistem pakar. Dari konsep tersebut unsur – unsur yang terlibat akan dirinci dan dikaji hubungan antara unsur serta mekanisme pengendalian yang diperlukan untuk mencapai sebuah solusi yang terbaik.
c.       Tahapan formalisasi : Tahapan formalisasi merupakan tahapan dimana hubungan antara unsur – unsur digambarkan dalam bentuk format yang biasa digunakan dalam sistem pakar. Tahap ini juga menentukan alat pembangunan sistem, teknik inferensi dan struktur data yang digunakan pada sistem pakar.
d.      Tahapan Implementasi : Tahapan implementasi merupakan tahap yang sangat penting karena disinilah sistem pakar yang dibuat akan diterapkan dalam bentuk program komputer.
e.       Tahapan Pengujian : Tahapan pengujian merupakan tahap dimana sistem akan dipakai dan diuji keakuratannya serta kinerja sistemnya, sehingga didapat hasil yang efisien

AUTISME
Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen, 1993). Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Penyandang Autisme seakan-akan hidup di dunianya sendiri. Istilah Autisme baru diperkenalkan sejak tahun 1943 oleh Leo Kanner, sekalipun kelainan ini sudah ada sejak berabad-abad lampau (Handojo, 2003).

FAKTOR PENYEBAB AUTISME
1.      Genetika
2.      gangguan sistemy syaraf
3.      ketidak seimbangan kimiawi
4.      penyakit lain (virus rubella)

GEJALA AUTISME
Menurut Power (1989) karakteristik anak dengan autisme adalah adanya 6 gangguan dalam bidang:
a.       interaksi sosial,
b.      komunikasi (bahasa dan bicara),
c.       perilaku-emosi,
d.      pola bermain,
e.       gangguan sensorik dan motorik
f.       perkembangan terlambat atau tidak normal.
g.      Gejala ini mulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil; biasanya sebelum anak berusia 3 tahun.
Supratiknya (1995) menyebutkan bahwa penyandang autis memiliki ciri-ciri yaitu penderita senang menyendiri dan bersikap dingin sejak kecil atau bayi, misalnya dengan tidak memberikan respon ( tersenyum, dan sebagainya ), bila di ‘liling’, diberi makanan dan sebagainya, serta seperti tidak menaruh perhatian terhadap lingkungan sekitar, tidak mau atau sangat sedikit berbicara, hanya mau mengatakan ya atau tidak, atau ucapan-ucapan lain yang tidak jelas, tidak suka dengan stimuli pendengaran ( mendengarkan suara orang tua pun menangis ), senang melakukan stimulasi diri, memukul-mukul kepala atau gerakan-gerakan aneh lain, kadang-kadang terampil memanipulasikan obyek, namun sulit menangkap.
gejala Autis dapat terlihat jika anak seringkali:
1.                  Tidak bereaksi,atau seakan tidak mendengar saat dipanggil namanya.
2.                  Cenderung main sendiri.
3.                  Membeo (mengulang) kata yang anda ucapkan.
4.                  Menggunakan gerakan untuk menunjukan keinginannya,misalnya menggandeng tangan ayah/ibu untuk mengambilkan gelas untuk minum.
5.                  Tidak suka dipeluk/disentuh.
6.                  Kurang/tidak melakukan kontak mata (menatap wajah) orang yang mengajak bicara.
7.                  Kegiatan rutin sulit diubah serta memerlukan jadwal kegiatan yang konsisiten dan rutin (cenderung kaku).
8.                  Tertarik pada bagian dari mainan dan bukan mainan itu sendiri.
9.                  Kurang menjaga keselamatan diri dan tidak menyadari adanya bahaya (main pisau,silet,api dllnya).
10.              Sangat sensitif terhadap rangsang pancaindra,baik   pendengaran,penciuman,rasa dll (tidak tahan bunyi keras,kain yang kasar,tidak suka rasa asam dsb).

mereka akan marah apabila mengambil rute pulang dari sekolah yang berbeda dari yang biasa dilewati, atau posisi furnitur di dalam kelas berubah dari semula. Anak-anak autis sering memperlihatkan perilaku yang merangsang dirinya sendiri (self-stimulating) seperti mengepak-ngepakkan tangan (hand flapping) mengayun-ayun tangan ke depan dan kebelakang, membuat suara-suara yang tetap (ngoceh), atau menyakiti diri sendiri (self-inflicting injuries) seperti menggaruk-garuk, kadang sampai terluka, menusuk-nusuk. Perilaku merangsang diri sendiri (self-stimulating) lebih sering terjadi pada waktu yang berbeda dari kehidupan anak atau selama situasi sosial berbeda (Iwata et all, 1982 dalam Kathleen Ann Quill, 1995).


SIMPTOM – SIMPTOM AUTISME
                     Impairment dalam interaksi social. Individu dengan gangguan autistic menunjukan interaksi social yang lemah dalam beberapa cara. Perilaku nonverbal dan  menghindari kontak mata, membuat ekspresi wajah, postur, dan penggunaan isyarat yang aneh sebagai cara mengontrol interaksi
                     Impairment dalam komunikasi. Banyak individu dengan gangguan ini tidak mampu bicara atau menunjukan penundaan serius dalam kemunculan kemampuan bicara. Intonasi, nada, ritme  dan kecepatan berbicara tidak biasa dan mereka juga ekolalia ( pengulangan kata-kata )
                     Keanehan perilaku , minat dan aktivitas. Mereka dapat sangat sibuk dengan satu minat dan mengabaikan aktifitas lainnya.mereka bisa saja secara khusus tertarik pada kipas angin dan hal lainya. Gerakan tubuh juga menunjukan gerakan yang berulang-ulang, menggoncangkan lengan mereka, berputar-putar, maju mundur, dan bahkan membenturkan kepala. Perilaku agresif seperti temper tantrum dan ekspresi kemarahan yang kekanak-kanakan.

TERAPI AUTISME
1)      Applied Behavioral Analysis (ABA)
ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai , telah dilakukan penelitian dan didisain khusus untuk anak dengan autisme. Sistem yang dipakai adalah memberi pelatihan khusus pada anak dengan memberikan positive reinforcement (hadiah/pujian). Jenis terapi ini bias diukur kemajuannya. Saat ini terapi inilah yang paling banyak dipakai di Indonesia.
2)      Terapi Wicara
Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara dan berbahasa. Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak pula individu autistic yang non-verbal atau kemampuan bicaranya sangat kurang.
Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang, namun mereka tidak mampu untuk memakai bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan orang lain.
Dalam hal ini terapi wicara dan berbahasa akan sangat menolong.
3)      Terapi Okupasi
Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang pinsil dengan cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap makanan kemulutnya, dan lain sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk melatih mempergunakan otot -otot halusnya dengan benar.
4)      Terapi Fisik
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak diantara individu autistik mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya. Kadang-kadang tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang kuat. Keseimbangan tubuhnya kurang bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan sangat banyak menolong untuk menguatkan otot-ototnya dan memperbaiki keseimbangan tubuhnya.
5)      Terapi Sosial
Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah dalam bidang komunikasi dan interaksi . Banyak anak-anak ini membutuhkan pertolongan dalam ketrampilan berkomunikasi 2 arah, membuat teman dan main bersama ditempat bermain. Seorang terqapis sosial membantu dengan memberikan fasilitas pada mereka untuk bergaul dengan teman-teman sebaya dan mengajari cara2nya.
6)      Terapi Bermain
Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak autistik membutuhkan pertolongan dalam belajar bermain. Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara, komunikasi dan interaksi social. Seorang terapis bermain bisa membantu anak dalam hal ini dengan teknik-teknik tertentu.
7)      Terapi Perilaku.
Anak autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya seringkali tidak memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya, Mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Tak heran bila mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku negatif tersebut dan mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut untuk memperbaiki perilakunya,
8)      Terapi Perkembangan
Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention) dianggap sebagai terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya, kekuatannya dan tingkat perkembangannya, kemudian ditingkatkan kemampuan sosial, emosional dan Intelektualnya. Terapi perkembangan berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA yang lebih mengajarkan ketrampilan yang lebih spesifik.
9)      Terapi Visual
Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners/visual thinkers). Hal inilah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan metode belajar komunikasi melalui gambar-gambar, misalnya dengan metode …………. Dan PECS ( Picture Exchange Communication System). Beberapa video games bisa juga dipakai untuk mengembangkan ketrampilan komunikasi.
10)  Terapi Biomedik
Terapi biomedik dikembangkan oleh kelompok dokter yang tergabung dalam DAN! (Defeat Autism Now). Banyak dari para perintisnya mempunyai anak autistik. Mereka sangat gigih melakukan riset dan menemukan bahwa gejala-gejala anak ini diperparah oleh adanya gangguan metabolisme yang akan berdampak pada gangguan fungsi otak. Oleh karena itu anak-anak ini diperiksa secara intensif, pemeriksaan, darah, urin, feses, dan rambut. Semua hal abnormal yang ditemukan dibereskan, sehingga otak menjadi bersih dari gangguan. Terrnyata lebih banyak anak mengalami kemajuan bila mendapatkan terapi yang komprehensif, yaitu terapi dari luar dan dari dalam tubuh sendiri (biomedis)



DAFTAR PUSTAKA

1 komentar:

  1. kita juga punya nih artikel mengenai 'pakar', silahkan dikunjungi dan dibaca , berikut linknya
    http://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/2576/1/232.pdf
    terima kasih

    BalasHapus